Kamis, 14 Juni 2012

Persaingan Sengit pada Lelang Eksekusi Hak Tanggungan di KPKNL Purwakarta

Fantastis, gambaran suasana lelang di KPKNL Purwakarta pada tanggal 14 Juni 2012. Lelang eksekusi Hak Tanggungan dan Fidusia permohonan dari PT Ventura Cakrawala Investama atas 1 paket tanah dan bangunan serta mesin mesin aset PT Samwoo Indonesia dengan harga limit Rp. 28.000.000.000,- mampu terjual sebesar Rp. 40.000.000.000,-.
Penyetor uang jaminan sebanyak 11 peserta, namun 1 peserta tidak memenuhi syarat dan 2 peserta masih masuk dalam Daftar Hitam Peserta Lelang KPKNL Purwakarta sehingga peserta lelang yang sah ada 8 peserta.


Lelang dibuka oleh Kepala KPKNL Purwakarta, Usen Irfan Shidik, dalam sambutannya disampaikan bahwa pelaksanaan lelang diharapkan berjalan dengan lancar dan tertib agar harga yang terjadi lebih optimal. Dalam pelaksanaan lelang ini juga hadir Kepala Subdit Bina Lelang I Direktorat Lelang, Ida Novianti beserta staf yang mengharapkan lelang berjalan dengan tertib dan lancar, serta menegaskan bahwa apabila terdapat peserta lelang yang tidak mematuhi tata tertib lelang agar Pejabat Lelang sebagai pemimpin jalannya lelang mengeluarkan peserta lelang dari ruang lelang dan tidak diperkenankan mengikuti lelang.

Lelang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang, Eka Saptono, dimulai dengan pembacaan Risalah Lelang serta dilanjutkan dengan tanya jawab. Penawaran dimulai dengan harga limit sebesar Rp. 28 Milyar terus kemudian terjadi persaingan penawaran lisan naik naik yang seru, dengan kenaikan 100 juta, namun peserta tidak sabar bahkan kenaikan menjadi 1 milyar, penawaran 29 milyar kemudian naik terus  sehingga mencapai harga penawaran tertinggi terakhir sebesar Rp. 40 Milyar atau  sebesar 143% dari harga limit.

Dengan hasil pelaksanaan lelang ini maka target pokok lelang lelang KPKNL Purwakarta sudah mencapai 552% dari target yang telah ditetapkan oleh Kantor Pusat DJKN, dan bea lelang mencapai target 1.050%. (eka saptono)






Selasa, 05 Juni 2012

PENYERAHAN SK PENETAPAN STATUS PENGGUNAAN KEPADA SATKER MAHKAMAH AGUNG / PENGADILAN NEGERI PURWAKARTA

KPKNL Purwakarta telah berhasil mencapai target Utilisasi Asset BMN sebesar 188%. Sesuai kontrak kinerja antara Kanwil VIII DJKN Bandung dengan KPKNL Purwakarta pada tahun 2012, target Utilisasi Asset KPKNL Purwakarta sebesar Rp. 1.700.000.000,-  dan pada bulan mei telah tercapai sebesar Rp.3.108.144.000,-

Dengan demikian realisasi utiliasi telah melampaui target yang ditetapkan oleh Kanwil VIII DJKN Bandung dengan prosentase sebesar 188%.
Realisasi utilisasi aset tersebut berasal dari:
1. Pemanfaatan BMN pada satuan kerja Polres Purwakarta
2. Penetapan Status Penggunaan BMN pada Pengadilan Negeri Purwakarta
3. Penetapan Status Penggunaan BMN pada KPKNL Purwakarta.

Gambah dibawah ini adalah penyerahan Surat Keputusan Penetapan Status Penggunaan pada Pengadilan Negeri Purwakarta.




BPK Temukan Dua Masalah dalam LKPP 2011

Ada dua permasalahan yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2011 yang menjadi pengecualian atas kewajaran LKPP. Dua permasalahan tersebut merupakan gabungan dari ketidaksesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kelemahan sistem pengendalian intern, dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua BPK Hadi Poernomo dalam penyampaian laporan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP tahun 2011 kepada DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (29/5). “Dari hasil laporan kami ada dua masalah yang ditemukan dalam LKPP,” ungkapnya.

Masalah pertama, pemerintah telah melakukan inventarisasi dan penilaian kembali (IP) atas aset tetap yang diperoleh sebelum neraca awal per 31 Desember 2004, tetapi masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil IP. Heru menyebutkan bahwa permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil IP adalah aset tetap pada sepuluh Kementerian/Lembaga (KL) dengan nilai perolehan Rp4,13 triliun belum dilakukan IP, aset tanah jalan nasional pada Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp109,06 triliun tidak dapat diyakini kewajarannya, aset tetap hasil IP pada tiga K/L senilai  Rp3,88 triliun dicatat ganda serta pencatatan hasil IP pada 40 K/L masih selisih Rp1,54 triliun dengan nilai koreksi hasil IP pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

Selain itu, BPK menemukan aset tetap pada 14 K/L senilai Rp6,89 triliun tidak diketahui keberadaannya ditambah lagi pelaksanaan IP belum mencakup penilaian masa manfaat aset tetap sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusunan aset tetap. “Nilai aset tetap yang dilaporkan bisa berbeda secara signifikan jika pemerintah menyelesaikan dan mencatat seluruh hasil IP,” tegas Heru.

Masalah kedua, pemerintah telah  melakukan IP atas seluruh aset Eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tetapi masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaan inventarisasi, perhitungan dan penilaian terhadap aset Eks BPPN. Kelemahan tersebut, sambung Heru, dimana pemerintah belum menemukan dokumen cessie atas aset Eks BPPN berupa aset kredit senilai Rp18,25 triliun, aset Eks BPPN yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) senilai Rp11,18 triliun tidak didukung oleh dokumen sumber yang valid serta aset Eks BPPN berupa tagihan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) senilai Rp8,68 triliun belum didukung dengan dokumen kesepakatan dengan pemegang saham.

Ditambah lagi, aset Eks BPPN berupa aset propertisebanyak 917 item belum dinilai dan pemerintah juga belum dapat menyajikan nilai bersih yang dapat direalisasikan atas aset Eks BPPN yang berupa piutang. “Selain itu, BPK menemukan permasalahan signifikan terkait kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan,” tuturnya.

Terkait dengan ketidakpatuhan terhadap UU, BPK  menemukan 28 KL yang tidak  mematuhi UU tentangPenerimaan Negara Bukan pajak (PNBP). Nilai kepatuhan tersebut senilai Rp331,94 miliar. Hadi juga menjelaskan, BPK juga menemukan ada penetapan Pajak Bumi dan Bangunan, Minyak dan Gas Bumi atas areal onshore yang tidak sesuai dengan UU Pajak Bumi dan BangunansertaUU Minyak dan Gas (Migas). Akibatnya, realisasi pajak PBB dan Migas sebesar Rp3,96 triliun tidak bisa diyakini kewajarannya.

Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada pemerintah agar mengatur sanksi yang tegas atas keterlambatan penyetoran dan penggunaan langsung PNBP. Hadi berharap ada revisi UU PNBP, terutama menyangkut kewenangan penetapan jenis dan penyesuaian tarif PNBP, menetapkan peraturan monitoring penerimaan hibah langsung di tingkat K/L, pelaporan dan sanksi bagi satuan kerja yang tidak melaporkan hibah langsung yang diterimanya sesuai dengan ketentuan berlaku.

Namun, Menteri Keuangan Agus Martowardojo enggan menanggapi hasil temuan BPK ini. Dirinya masih akan menunggu tanggapan dari presiden terlebih dahulu sebelum mengeluarkan statement terkait hasil LKPP dari BPK tersebut. Begitu juga Kemenkeu akan mempelajari dua permasalahan yang diungkapkan oleh BPK serta permasalahan-permasalahan lainnya setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan penilaian atas LKPP ini.

“Kita masih menunggu penilaian dari Presiden SBY karena memang laporan ini belum diterima oleh Presiden SBY,” kata Agus. (sumber Hukumonline.com)